Director : Denis Villeneuve
Screenplay : Hampton Fancher, Michael Green
Cinematographer : Roger Deakins
Executive Producer : Ridley Scott
Cerita
Akhirnya
setelah lama gue tidak menonton film yang “nyeni” banget di bioskop, film ini pun hadir! Tak heran Blade Runner 2049 di
pegang oleh Denis Villeneuve(Arrival,
Sicario, Prisoners) sebagai
sutradaranya, sudah pasti beban yang ia pikul untuk mewujudkan ekpetasi fans
Blade Runner 2019 sangat berat, belum lagi mantan Sutradara Blade Runner 1,
Ridley Scot yang sekarang duduk di posisi Executive Produser.
Kenyatannya?
Denis berhasil mengemas film ini dengan baik, tak jauh berbeda dari film
sebelumnya yaitu seorang penjaga Replicant
atau Blade Runner yang menangkap para Replicant
yang “tidak hormat” akan perintah, namun penggerak yang menjalankan cerita ini
bukan saja tentang seorang Blade Runner memangsa para replicant nakal, banyak
sekali element-element konflik yang cukup membangun jalannya film ini secara
baik dan matang dari awal sampai akhir. Konflik yang ditawarkan begitu unik dan
menantang, dan saya jamin setiap penonton punya
penyerapannya sendiri atau punya pengertiannya sendiri dalam memahami cerita film isi .
Bagaimana
kita memahami film Blade Runner 2 bisa dilihat darimana kalian benar-benar
memerhatikan setiap detail film ini, effect
yang di rasakan oleh penonton yang belum nonton sekuel pertama, dengan yang
sudah nonton pun akan berbeda walau penonton yang belum menonton sekuel pertama
tidak akan tersesat, film ini aman untuk yang belum nonton film pertamanya,
namun gue menganjurkan untuk menonton film pertamanya karena akan banyak “memories” yang sangat indah dan
menyentuh, membuat kita flashback ke
masa awal-awal film Blader Runner 1, 1982 (padahal gue belum lahir, tapi untuk
om om tante tante di luar sana, ini sungguh seperti hadiah dari masa lalu untuk
masa depan #eaa)
Bercerita
tentang hal yang tersirat, baik itu kode maupun filosofi dan amanat, Blade
Runner 2 menawarkan sajian tersebut dengan sangat baik sehingga untuk kalian
yang menonton film sebagai “seni” akan dimanjakan dengan fakta-fakta yang bisa
membuat kita tersenyum saat menontonnya, dan bisa dikatakan Blade Runner 2
lebih kaya akan rasa di banding Blade Runner 1. Jika kalian pernah menonton
film Arrival sebelumnya karya Denis,
penyampaian kode tersirat pun tak jauh berbeda dengan gaya yang ada di Arrival. Film Blade Runner 2 bukan film
yang ngantuk menurut gue, karena film ini adalah bentuk dari kehati-hatian sang
Sutradara dalam menampilkan misteri-misteri yang menjadi pertanyaan besar di
awal cerita, makanya film ini memiliki durasi yang panjang karena Denis tidak
ingin terburu-buru demi mencapai puncak yang pas pada waktunya
Bagaimana untuk teman-teman yang bela-belain
nonton Wark*p DKI sampai sekuel ke 2? Gue sarankan tidak usah menonton film Blade
Runner 2049 ini, tidak akan masuk keselera kalian, yang ada kalian akan
meninggalkan bioskop sama seperti beberapa orang disamping gue.
Rating: 8.6/10
Visual
Sajian
masa depan ala-ala film Sci-Fi lainnya pastinya akan kita lihat disini, namun
gue ingin memberikan apresiasi gue kapada sang Cinematographer, Roger Deakins.
Segala teknik komposisi frame dan lighting sangat masuk dengan gaya nya Denis
untuk film ini, bisa dibilang mereka berdua tuh kaya nikah dan hasilnya adalah visual
yang kita lihat di film.
Warna yang
disajikan di film ini lagi-lagi memilliki makna yang dalam, salah satunya sebut
saja dibagian panti asuhan, ornamen-ornamen warna yang ada di ruangan itu baik
prabotan, pakaian anak panti asuhan dengan set kota mati sungguh memberikan
perpaduan yang dinamis, mari kita ucapkan terimakasih kepada sang penata
artistik, Paul Inglis. Bukan hanya pada scene tersebut saja yang memukau,
hampir di seluruh film, sebut saja setiap kita pause bisa kita jadikan Wallpaper saking indahnya
Tampak pula
pasangan hidup yang berbasis teknologi layaknya film Her (Spike Jonze, 2013), Samantha, masih ingat? Kita akan bertemu
dengan Samantha versi Blade Runner yaitu Joi(Ana De Armas), walau memiliki
konsep dan tujuan yang sama, cara pengaplikasiannya pun tetap terdapat
perbedaan.
Rating: 8.1/10
Sound
Kembali
lagi lantai bioskop bergetar akibat ulah orang sakti ini, Hans Zimmer dan Benjamin
Wallfisch sebagai Scoring Composer. Filmnya
secara visualisasi sudah menjanjikan di tambah dengan scoring yang dahsyat ini,
rasanya rugi kalau kalian tidak merasakannya di bioskop! Kata temen gue yang di
IMAX, kursinya sampai ikut getar, kebetulan gue nontonnnya di CGV, ya
mentok-mentok lantai doang yang getar, sama speakernya sember dikit saking gak
kuat nahan low frequent nya ahaha.
Nyesel deh gak di IMAX ☹ (curhat dikit)
Rating: 8.5/10
Characters
Aksi Deckard
(Harrison Ford) lagi-lagi menjadi clickbait
nya film ini, jadi jangan berharap banyak ya! Mungkin saja Denis ingin menaruh
fokus terhadap tokoh Officer K (Ryan Gosling) yang sungguh konsisten dari awal sampai akhir film, kita tau Ryan Gosling sudah banyak sekali memerankan peran dari A-Z, maka dari itu kita bisa melihat Ryan
Gosling disini tampil secara natural dan emosional, bagaimana Ryan bisa memainkan
2 emosi yang saling bertolak belakang dengan perpindahan yang tidak mis-cast untuk karakternya.
Namun
disini gue akan menaruh perhatian lebih kepada Replicant Luv(Sylvia Hoeks), gue
benci sebenci-benci nya sama nih tokoh satu, mukanya sudah menyeramkan ditambah
lagi dengan aktingnya yang memukau, tak heran artis Belanda ini cukup menyumbangkan
nyawa untuk film ini.
Karena gue
tidak menonton trailernya, gue sangat amat shock melihat sosok Neander Wallace yang
di perankan oleh Jared Leto! Rasanya seperti melihat Joker yang sudah pensiun
jadi anak tengil dan mengalami buta.
Rating: 7.8/10
THIS IS THE END OF THE REVIEW
Blade Runner 2 sukses menjadi obat rasa rindu para penggemar
Blade Runner 1, dikemas secara elegant membuat film ini memiliki development
cerita yang matang sehingga kita tidak merasa kecewa atas penantian lama ini.
Dear Smart
Denis, Blade Runner 2 got 4.2/5 from me!